Jumat, 26 April 2013

Why are German Military Machines Advanced?

Considering why we see German military machines are difficult to challenge. The industry of Germany has started since the revolution industry 1871. The inventions and innovations, from viruses to nuclear power has been started.

Mercedes cars are still used up to now, and considered the ultimate technology. Research and development are still going on up to now.

So no wonder Britains and US are having difficulty fighting the Wehrmacht.


Jumat, 11 Januari 2013

Me-262 Pesawat Jet operasional pertama di dunia

Pesawat jet pertama di dunia bukan lah dari AS, walaupun Boeing adalah produsen utama dari pesawat komersil saat ini. Pesawat jet yang operasional adalah Me-262 Swallow buatan Jerman. Buah karya Mescherschmitt yang memanfaat teknologi jet Frank Whittle (orang Inggris) tahun 1928 (dipaten 1932), (disempurnakan oleh Anselm Franz orang Austria), mulanya adalah pure fighter; yang dengan insistence dari Hitler dibuat menjadi Fighter Bomber.

Bila saja Hitler tidak campur tangan, tentu Me-262 sudah terbang lebih dulu dan diproduksi jauh lebih banyak untuk mencegat bomber-bomber AS (8th Airforce). Tetapi karena dimodifikasi untuk pembom, maka Me262 akhirnya keluar belakangan (too little, too late).

Untungnya juga bahwa Jerman tidak / belum memiliki bom atom dan rudal (V1 dan V2) lebih banyak, sebab bila sudah, tentu dunia ini berada dalam cengkraman fasis.

Bomber RAF Tidak Berhasil

Potongan cerita ini sebenarnya adalah cuplikan dari ensiklopedi untuk B17. RAF ternyata pada awalnya tidak memiliki bomber berat. Mereka hanya memiliki Vickers Wellington dengan kapasitas 2 ton, serta Short Stirling dan Handley Page Halifax. Avro Lancaster, sebagai Heavy Bomber Inggris pertama baru terbang tahun 1942.

Service dari B17 di RAF adalah kegagalan, karena B17C pertama yang mereka gunakan untuk membom Brest (Prancis) mengalami kegagalan total, dan mereka berkesimpulan B17C ini tidak cocok untuk pengeboman siang hari, dan belum siap.

Akhirnya USAAF (US Army Air Force) tetap memaksa Daylight bombing, dan RAF pun memindahkan 20 B17 yang mereka miliki untuk Coastal Command, yaitu untuk memburu U-boat (kapal selam Jerman).

Rupanya B17 di Inggris lebih berhasil untuk menghancurkan kapal selam daripada sasaran di daratan. B17 pun gagal di Asia Pasifik karena beberapa kali digunakan USAAF untuk membom kapal, tetapi tidak memiliki daya hancur karena bom-bom mereka meleset semua. Lebih baik menggunakan Dive Bomber atau Torpedo Bomber untuk penyerangan kapal. 

Sabtu, 05 Januari 2013

ITALIA MENUJU BENCANA DI MESIR

SETTING FORTH ON THE ROAD TO DISASTER
As the Italian troops advanced into Egypt, they appeared to be a formidable fighting force. But the reality was otherwise. Their tanks were so flimsy they split apart under fire. Their solid-tired trucks were no match for desert boulders and shook to pieces. And many soldiers were poorly trained.

Nevertheless, at the start of the campaign, all went well. Four days out, the Italians occupied Sidi Barrani – a 60-mile advance uncontested by the British. Here they halted to consolidate their gains before the final push and here they had their first real taste of the desert.

The land was barren and the life spartan. The officers were contented. They were well fed and slept on sheets; to them victory seemed sure and adversity worth bearing. But the enlisted men had poor food and dismal living conditions, and their morale sagged.

“This is an evil that must pass quickly,” wrote one. Others began to wonder why they were there. One commented: “This is a European war fought in Africa with European weapons against a European enemy. We take too little account of this … We are not fighting the Abyssinians now.”

On December 9 (1940), the storm hit. The British who had used the respite to build up their forces, launched a counterattack – and the Italians were suddenly routed.

Kamis, 03 Januari 2013

Panzer III di Medan PD II

Panzer III atau lebih dikenal dengan PzKpf III (Panzer kampfwagen) adalah sebuah tank buatan Jerman  yang awalnya dirancang sebagai medium tank, untuk keperluan mobile warfare, seperti yang digambarkan oleh Heinz Guderian dan disetujui oleh Hitler.

Liddel Hart adalah orang Inggris yang pertama kali menuliskan tentang mobile fighting unit tersebut, yang intinya adalah menghindari stalemate seperti yang terjadi pada PD I. Konsep dari perang yang bergerak cepat ini (mobile infantry, mobile armored unit, mobile tank) kemudian dipercaya oleh orang-orang Jerman yang kemudian menterjemahkan versi mereka sendiri dari tank warfare ini.

Jadi pada awal Blitzkrieg di tahun 1939 (Polandia diserang pada tanggal 1 September 1939, dan ini menandai tercetusnya Perang Dunia II), sebenarnya Inggris dan Prancis memiliki beberapa tank yang superior dibandingkan Panzer III ini. Hanya saja, dengan penggunaan yang salah, tentu tank yang lebih tebal bajanya ini tiada berguna.

Panzer III digunakan secara terkoordinasi (semua tank dilengkapi dengan radio) dan serangan pembuka biasanya didahului dengan sirene dari Stuka (Ju87 Dive Bomber). Serangan harus presisi, terarah dan lebih membentuk anak panah yang kuat (tunggal) bukan tersebar. Dengan demikian, maka musuh akan ditembus di suatu kelemahan (persis seperti titik di tembok yang runtuh) - dan kemudian 2 ujung tombak akan membentuk penjepit (pincer movement).

Pasukan sekutu di Belgia, Prancis dan Belanda tidak memiliki kesempatan (waktu itu ada BEF: British Expeditionary Forces) yang mulanya merasa terlibat dalam phony war di akhir 1939 sampai dengan Mei 1940. Mereka sebenarnya tertipu oleh muslihat Hitler yang menyatakan seolah-olah Jerman tidak akan mau menyerang front di barat.

Tetapi sekalinya mereka bergerak pada tanggal 10 Mei 1940, maka pertahanan BEF (sekutu) porak poranda. Infantri Inggris yang tidak terbiasa berkoordinasi dengan pasukan lapis baja (tank) dihancurkan oleh Panzer II, Panzer III dan Panzer IV milik Jerman. (Rommel mulanya terlibat di salah satu divisi yang sering dijuluki Ghost Division).

Jumlah tank Inggris dan Prancis jauh lebih banyak, tetapi karena kegagalan taktik, superior number ini menjadi tidak ada gunanya. Sebaliknya, dengan perencanaan yang matang di pihak Jerman, maka mereka dapat mengeksploitasi kelemahan sekutu dan dengan gemilang menjepit pasukan sekutu - dengan mencapai pantai terlebih dahulu (Dunkirk).

Pasukan Inggris dan Prancis akhirnya terjebak, hanya sekitar 334.000 berhasil diselamatkan lewat evakuasi Dunkirk. Panzer III belum menjadi tulang punggung dari Wehrmacht, malah sebagian besar tank Jerman adalah dari tipe Panzer II yang hanya memiliki meriam 20mm. Panzer III baru digunakan dalam jumlah besar pada operasi Barbarossa setahun kemudian (22 Agustus 1941) di Rusia.

Panzer III juga menjadi tulang punggung dari Afrika Korps (1941-1942) di gurun Afrika Utara, dipimpin Sang Rubah Padang Pasir (Deserta Fox) yaitu Marsekal Erwin Rommel. Keberadaan Panzer III baru dapat ditanggulangi setelah Inggris dikirimi tank baru M4 Sherman dari AS. Keadaan mulai berbalik di Oktober 1942, setelah Battle of El Alamein di Afrika Utara, dimana karena kesulitan logistik (bahan bakar dan makanan), serta penggantian tank yang rusak tidak ada, maka Afrika Korps pelan-pelan dipukul mundur sampai akhirnya menyerah di Tunisia pada bulan Mei 1943. (lihat film "Valkyrie", dimana Letkol Von Stauffenberg yang diperankan oleh Tom Cruise ditembak oleh sekelompok fighter plane Inggris - Hurricane dan Spitfire, kemungkinan juga P40 Kitty Hawk).

Kegagalan payung udara dari Luftwaffe (yang juga habis karena tidak adanya dukungan logistik) menyebabkan kekalahan Afrika Korps dengan Panzer III semakin cepat. Keunggulan sekutu di udara khususnya bisa tercapai karena bala bantuan dari AS berupa pesawat baru dalam jumlah besar dan pilot-pilot baru yang terus mendapatkan pengalaman perang berarti - karena mereka sesudah pesawat nya tertembak jatuh biasanya dapat menyelamatkan diri. - tidak seperti pilot Jerman dan Jepang yang sudah mencapai tahap attrition, bahkan desperate Kamikaze - sehingga pilot Axis tidak ada gantinya. 

Penyerbuan di Afrika Utara 1940

Pada bulan September 1940, di saat krisis dari Inggris, dimana Britania Raya diserbu oleh Jerman melalui Blitz nya - dimana Luftwaffe melakukan serangan pemboman besar-besaran terhadap negara kepulauan tersebut, Mussolini di Italia pun menginginkan bagian yang sama.

Tetapi karena Angkatan Perang Italia tidaklah sebesar Jerman, maka ia pun memilih bagian kecil di Afrika Utara, yang diharapkan telah dilemahkan - yaitu Inggris di Mesir. Mesir memiliki pangkalan yang strategis, yakni Terusan Suez, dan pijakan dari Mesir akan memungkinkan penguasaan terhadap Palestina, Syria dan seluruh timur tengah. Di tahun 1940 ini, Italia menguasai seluruh Libya, dengan pangkalan utamanya di Tripoli. Di sebelah barat ada jajahan Prancis: Tunisia (Prancis telah dikuasai Jerman - sehingga Vichi Prancis bersikap netral di Tunisia). - Karena kapitulasi Prancis di bulan Juni 1940, maka Hitler membagi wilayah Prancis menjadi dua, yakni Prancis yang dikuasai Jerman, dan Prancis yang dikuasai oleh Vichi (dianggap kolaborator oleh Sekutu). Italia sebenarnya mengumumkan perang terhadap Prancis dengan cara yang licik, yakni di minggu-minggu terakhir Prancis sudah takluk - dengan harapan mencicipi sedikit dari jarahan Hitler - tetapi tidak diberi oleh Hitler.

Dengan konfiden yang didapatkan dari jarahannya di Abyssinia (Etiopia) sebelumnya, maka Mussolini memerintahkan kepada Marsekal Graziani untuk menyerbu ke arah Mesir (dengan sasaran sebuah desa kecil bernama Sidi Barani). Pasukan Italia tidaklah dilengkapi dengan senapan serbu ataupun mechanized infantry seperti Jerman. Mereka lebih dibebani dengan peralatan perang yang boleh dikatakan adalah warisan sisa Perang Dunia I.

Tentunya melawan Abyssinia hal ini tidak menjadi masalah. Tetapi melawan pasukan Inggris di Mesir - sebagaimanapun sudah dilemahkan - tetap saja akan menjadi masalah. Akhirnya mereka menyerbu, dan berhenti di Sidi Barani, beberapa kilometer di dalam Mesir. Inggris pun mundur ke arah Mersa Matruh, dan kemudian melancarkan counter-attack.

Hanya dalam beberapa hari, pasukan Italia pun kocar-kacir dan sebagian besar segera menyerah. Marsekal Rommel (Erwin Rommel) yang kemudian datang untuk menolong pasukan Italia di bulan Maret 1941 menyatakan tentang pasukan Italia ini: "Certainly, they are no good at war".

Memang benar, pasukan Italia lebih dilengkapi untuk kepentingan damai daripada perang. Bila kita mendengar cerita tentang kisah spartan dalam tentara, dimana makanannya tidak enak, tidur di lantai - maka sebaliknya dengan para perwira Italia yang sempat membawa anggur serta makanan enak lainnya. Sangat berlawanan dengan kondisi pasukan Inggris maupun Jerman.

Alhasil, walaupun sang Duce (Mussolini) sendiri menyatakan: "saya perlu beberapa ribu orang italia mati - untuk dapat hadir di konferensi perdamaian dengan kepala tegak" - tetap saja Italia tidak mampu menegakkan kejayaan yang pernah mereka hadirkan pada Pax Romana, beberapa abad yang silam. Hanya setelah Rommel (dengan julukan the Desert Fox) datang - maka pasukan Axis (Jerman-Italia) dapat memukul Inggris sampai ke El Alamein - dimana disanapun pada bulan Oktober 1942, Marsekal Montgomery akhirnya dapat mematahkan pasukan Axis dan selamanya melumpuhkan the Afrika Korps. 

Rabu, 02 Januari 2013

Pemboman London, 1940

Di bulan-bulan Agustus, September sampai dengan Desember 1940, London mengalami apa yang disebut "Blitz" atau pemboman oleh pesawat-pesawat Luftwaffe. Sebenarnya, sesudah kekalahan Sekutu (Inggris-Prancis) di Dunkirk, dengan evakuasi yang terkenal itu di bulan Mei 1940, seharusnya Jerman sudah dapat melakukan serbuan ke daratan Inggris.

Untungnya English Channel masih menghalangi serbuan tersebut, dan Britania Raya terselamatkan (splendid isolation). Tetapi untuk blitz ini, Hitler tidak memiliki sarana untuk melakukan pemboman strategis. Ini disebabkan karena kesalahan Goering dan temannya: Ernst Udet yang gagal membangun pesawat bermesin 4 dengan kapasitas pemboman yang lebih besar.
(Udet akhirnya bunuh diri karena dipersalahkan oleh Hitler, dan semua kesalahan Goering ditimpakan kepadanya).

Alhasil, untuk membom Inggris, Jerman hanya memiliki He-111 dan Do-217, dua pembom yang berkapasitas kecil-medium dan memiliki kecepatan rendah. Ju-88 belum tersedia dalam jumlah banyak. Untuk memperparah keadaan, Goering hanya memiliki Me-109 sebagai fighter garis depan, dengan kapasitas fuel tank yang terlalu kecil. Akibatnya, Me-109 hanya memiliki 20 menit waktu untuk berduel di atas daratan Inggris - melawan Spitfire dan Hurricane.

Pada awalnya, London sebenarnya ingin diselamatkan oleh Hitler dari kehancuran, karena ia berpikir bahwa ia dapat berparade di depan Buckingham Palace untuk merayakan kemenangannya. Nyatanya, sampai bulan September, Inggris belum juga bertekuk lutut, thanks to their Spitfire (Battle of Britain - Churchill bilang: "Never have been so many owing to a few") - inilah sebabnya mengapa RAF sangat diapresiasi di Inggris - karena menurut sejarah, tanpa adanya the Royal Air Force, maka Inggris sudah diserbu oleh Wehrmacht dan Luftwaffe.

Suatu malam, karena kesalahan navigasi, salah satu He-111 Jerman salah menjatuhkan bom di atas London. akibatnya, pembom yang lain pun mengira bahwa nyala api itu adalah signal untuk menjatuhkan bom. London pun terbakar, bahkan bagian dari gereja katedral dan buckingham palace yang terkenal itu pun terkena bom dari the Blitz.

Pada akhirnya Hitler menyadari bahwa Inggris terlalu kuat untuk ditaklukkan lewat udara. Ia pun memerintahkan Goering untuk memindahkan satuan-satuan He-111 dan Do-217 tersebut sekitar Maret 1941 untuk mempersiapkan diri memulai Operasi Barbarossa (22 Agustus 1941) - suatu langkah yang berani untuk menggempur Rusia. (yang kita tahu hasil akhirnya justru berbalik ke Berlin).

Demikian sekelumit kisah dari Battle of Britain yang ada kaitannya dengan Operasi Barbarossa.